Minggu, 09 Agustus 2015

[Short Story] Words I Want to Say : Part 5

Aku menatap jalan setapak dihadapanku sembari berayun diayunan kuning. Aku merasa kebingungan dan hilang arah, bertahun-tahun aku berusaha mencari Angga. Kemarin Angga datang padaku, melihatnya lagi membuat aku merasa senang. 6 tahun terakhir merupakan tahun-tahun berat untukku dan keluargaku.

Ayahku memang sering kali menghina keluarga Angga, ayahku tidak ingin melihatku bersahabat dengan Angga. Aku tidak pernah tau tentang hubungan gelap antara Tante dengan ayah Angga, yang ku tau mereka hanya sebatas rekan kantor. Sampai hari dimana Angga menghilang, Ibu menjelaskan padaku bahwa Ayah Angga adalah cinta pertama Tanteku. Ayah dan ibu Angga menikah karena di jodohkan. Rumit, belakangan aku tau bahwa selama ini Angga sudah mengetahui permasalahan itu. 6 tahun yang lalu meski sulit baginya menerima apa yang dilakukan ayahnya, dia tetap datang untuk bermain denganku. Karena itu lah akhirnya aku selalu merasa bersalah setiap kali mengingat Angga. Saat itu kami baru berumur 12 tahun, ia harus menahan kesedihan yang semestinya tidak ia rasakan.

Setelah Angga dan ibunya menghilang, ayahku tersandung kasus penyalahgunaan kekuasaan, ia bekerja sebagai pejabat tinggi di kantornya. Usaha ibuku gulung tikar dan semua hal buruk terjadi pada kami. Dua tahun terakhir keadaan semakin membaik, ayahku kembali bekerja meskipun tidak mendapatkan posisi setinggi dulu. Ibuku memutuskan untuk tetap di rumah. Ibuku bersikap sangat buruk pada ibu Angga, kini ibu sangat menyesali perbuatannya. Aku selalu melihat ibu melihat keluar jendela rumah sesekali dengan sorot mata penuh kesedihan.

“Farah, andai bisa ibu putar waktu.. ibu pasti akan minta maaf pada Angga dan ibunya... tidak seharusnya ibu membela tantemu Farah” Ibu akan terisak setiap kali kami membahas Angga dan keluarganya.

Ayahku tidak jauh berbeda, setelah kehilangan posisi yang ia banggakan itu ayahku terpuruk. Ia menyadari tidak ada yang bisa dibanggakan dari manusia di hadapan Tuhannya. Aku selalu melihatnya menundukkan kepala penuh penyesalan setiap ia sedang berdoa. Aku berharap bisa menghiburnya, tapi aku tau itu tidak ada artinya. Ayahku tau benar kesalahannya, jika ia salah maka aku tidak mungkin berkata bahwa perbuatannya benar.

Aku terkejut saat seseorang melempar jaket ke arahku. Angga tertawa kecil melihatku terkejut, ia duduk di ayunan kuning di sampingku. Anak lelaki yang sudah beranjak dewasa itu menggunakan celana training hitam, kaos putih panjang dan topi hitam. Ia mulai berayun sembari menghela nafas dalam.

“Farah..”
“Hmmm?”
“Gue pengen banget ke pantai, lu mo ikut nggak?” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Life After Collage #1 : Rasanya kerja 6 tahun

Hai! lamaa juga gak nulis.  Aku lagi balik ke sawangan dan hujan super lebat, jadi gue neduh dulu di salah satu coffee shop yang mungkin 15 ...