Aku
menatap jalan setapak dihadapanku sembari berayun diayunan kuning. Aku merasa
kebingungan dan hilang arah, bertahun-tahun aku berusaha mencari Angga. Kemarin
Angga datang padaku, melihatnya lagi membuat aku merasa senang. 6 tahun
terakhir merupakan tahun-tahun berat untukku dan keluargaku.
Ayahku
memang sering kali menghina keluarga Angga, ayahku tidak ingin melihatku
bersahabat dengan Angga. Aku tidak pernah tau tentang hubungan gelap antara
Tante dengan ayah Angga, yang ku tau mereka hanya sebatas rekan kantor. Sampai
hari dimana Angga menghilang, Ibu menjelaskan padaku bahwa Ayah Angga adalah
cinta pertama Tanteku. Ayah dan ibu Angga menikah karena di jodohkan. Rumit,
belakangan aku tau bahwa selama ini Angga sudah mengetahui permasalahan itu. 6
tahun yang lalu meski sulit baginya menerima apa yang dilakukan ayahnya, dia
tetap datang untuk bermain denganku. Karena itu lah akhirnya aku selalu merasa
bersalah setiap kali mengingat Angga. Saat itu kami baru berumur 12 tahun, ia
harus menahan kesedihan yang semestinya tidak ia rasakan.
Setelah
Angga dan ibunya menghilang, ayahku tersandung kasus penyalahgunaan kekuasaan,
ia bekerja sebagai pejabat tinggi di kantornya. Usaha ibuku gulung tikar dan
semua hal buruk terjadi pada kami. Dua tahun terakhir keadaan semakin membaik,
ayahku kembali bekerja meskipun tidak mendapatkan posisi setinggi dulu. Ibuku
memutuskan untuk tetap di rumah. Ibuku bersikap sangat buruk pada ibu Angga,
kini ibu sangat menyesali perbuatannya. Aku selalu melihat ibu melihat keluar
jendela rumah sesekali dengan sorot mata penuh kesedihan.
“Farah,
andai bisa ibu putar waktu.. ibu pasti akan minta maaf pada Angga dan ibunya...
tidak seharusnya ibu membela tantemu Farah” Ibu akan terisak setiap kali kami
membahas Angga dan keluarganya.
Ayahku
tidak jauh berbeda, setelah kehilangan posisi yang ia banggakan itu ayahku
terpuruk. Ia menyadari tidak ada yang bisa dibanggakan dari manusia di hadapan
Tuhannya. Aku selalu melihatnya menundukkan kepala penuh penyesalan setiap ia
sedang berdoa. Aku berharap bisa menghiburnya, tapi aku tau itu tidak ada
artinya. Ayahku tau benar kesalahannya, jika ia salah maka aku tidak mungkin
berkata bahwa perbuatannya benar.
Aku
terkejut saat seseorang melempar jaket ke arahku. Angga tertawa kecil melihatku
terkejut, ia duduk di ayunan kuning di sampingku. Anak lelaki yang sudah beranjak dewasa itu menggunakan celana
training hitam, kaos putih panjang dan topi hitam. Ia mulai berayun sembari
menghela nafas dalam.
“Farah..”
“Hmmm?”
“Gue
pengen banget ke pantai, lu mo ikut nggak?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar