Minggu, 09 Agustus 2015

[Short Story] Words I Want to Say : Part 3

Aku diantar pulang Rama dihari kami berayun bersama di ayunan kuning itu, Rama tidak menanggapi jawabanku. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan, dan aku pun tidak memaksanya untuk membahas keberadaan Angga.

Hari itu hujan turun dengan deras, membasahi dedaunan di halaman rumahku. Aku menatap ibuku yang duduk di kursi goyangnya sembari menjahit baju dengan jemarinya yang gemetar. Aku bersimpuh di hadapan ibuku dan menggenggam tangan beliau yang mulai keriput dan kasar.
Ayahku duduk bersila diatas karpet sembari menontoh televisi, ia meneguk kopi hitamnya sesekali sembari berpindah-pindah saluran.

Aku bangkit, berjalan menuju loteng rumah yang selalu ku jaga. Aku meraba dinding kayu sepanjang satu sisi loteng rumahku. Coretan dan ukiran itu masih ada diselimuti debu tipis, aku mengusap tulisan-tulisan acak di dinding kayu itu sembari tersenyum. Di tengah ruangan berlangit-langit rendah itu aku menyibak karpet yang menghalangi lubang rahasiaku dan Angga. Sejak Angga menghilang, aku tidak pernah berani membuka lubang itu lagi.

Aku memutuskan untuk melupakan Angga dan membiarkan diriku terseret dengan kenangan kami untuk hari ini saja. Lubang itu ditutupi karpet tua, saat aku mengangkat penutup lubang itu, aku bisa melihat botol kaca besar yang ujung nya disumbat kayu masih tergeletak didalam lubang rahasia kami. Disamping botol itu aku melihat kotak coklat yang berpita masih diposisi yang sama seperti saat kami meninggalkannya disini.

Aku membuka pita itu dan melihat isi kotaknya, aku dan Angga sering berfoto bersama dan kami mencetak foto itu suatu hari. Beberapa foto aku simpan di kotak ini dan beberapa foto disimpan Angga entah dimana. Aku melihat sebuah rubik didalam kotak itu, Angga sangat menyukai permainan rubik saat kami menginjak usia 11 tahun. Karena itu dia punya banyak sekali rubik di kamarnya, dan ia memberikan satu rubik kesayangannya padaku. Aku pernah berjanji akan menyelesaikan rubik itu, dan Angga pun berjanji akan tetap ada disampingku hingga aku menyelesaikan rubik itu. Tapi kami tidak pernah menepati janji itu, hingga Angga pergi aku tidak pernah menyelesaikan rubik ini. Dan Angga tidak mendampingiku hingga aku berhasil menyelesaikannya.

Rasa penasaran mulai mencuat dalam benakku, aku mengambil smartphone dari kantong bajuku dan mulai mencari cara menyelesaikan rubik.

"waaah.. akhirnya selesai juga" Aku tersenyum sembari memainkan rubik itu ditelapak tanganku. Setelah kesulitan mencari video tutorial yang tepat, akhirnya aku berhasil menyelesaikan rubik itu.

Hujan semakin deras, aku memutuskan untuk turun ke kamarku dan melanjutkan nostalgia dengan botol kaca dan kotak coklat di kamar. Saat itu terdengar suara bel beberapa kali dengan tidak sabar berbunyi.

"Sebentar!!" aku gelapan berlari kedepan pintu sembari masih membawa peralatan dari loteng.
"Ahh Ram lo kan tau kode Rumah gue kenapa-" Aku mundur beberapa langkah saat menyadari siapa yang berdiri di hadapanku.

Lelaki itu masih memiliki garis rahang yang sama seperti terakhir aku berjumpa dengannya, Alisnya masih tebal dan matanya masih berkilat. Ia basah kuyup, ia terlihat semakin kurus. Aku melihat lengannya yang gemetar kedinginan, lengan itu terangkat aku terdiam saat merasakan telapak tangannya menyentuh dan mengusap lembut kepalaku.

"Farah, lo bisa nyelesain rubik gue?"

Ah iya, aku masih memegang rubik ditangan kananku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Life After Collage #1 : Rasanya kerja 6 tahun

Hai! lamaa juga gak nulis.  Aku lagi balik ke sawangan dan hujan super lebat, jadi gue neduh dulu di salah satu coffee shop yang mungkin 15 ...