Jika ada satu hari yang ku alami 6 tahun terakhir tanpa membayangkan hari ini akan terjadi, maka sudah pasti aku berbohong. Angga tersenyum tipis menatapku, aku bisa melihat seberkas rasa ragu dari sorot matanya. Ku tarik tangan itu dengan lembut, tersenyum pada lelaki yang paling aku rindukan.
"Apa kabar Far?"
"Ga pernah lebih baik dari hari ini, Angga" senyum kembali terkembang di bibirnya yang pucat, saat aku sadar air mata mulai mengalir dari sudut matanya.
"Angga lo sehatkan?" Ia tersenyum lagi sembari terburu-buru mengusap matanya yang memerah, aku sangat senang dengan kehadirannya sampai aku tidak bisa menangis. Kehadirannya terlalu mengejutkan bagiku.
"Orang tua lu ada di rumah Far?"
"Ah iya, bisa nggak kita ngobrol ditempat lain? kayanya orang tua gue belom siap buat ketemu lo. Lagian ujannya juga udah reda, kita kerumah Rama aja minjem baju dulu, lo bener-bener basah kuyup" Aku menatap Angga dengan penuh kekhawatiran, tubuhnya yang semakin kurus dan bibirnya mulai terlihat membiru.
"oke.." Angga mengangguk setuju, aku terburu-buru menggunakan sendal dan membawa dua jaket di lenganku. Jaket hitamku yang kebesaran ku sampirkan di pundak Angga, ia hanya berbalik sembari tersenyum padaku. Aku memakai jaket ku tergopoh-gopoh sambil berjalan cepat, Angga menyadari itu dan akhirnya ia berhenti menungguku selesai memakai jaket.
Langit mulai kembali cerah, sementara jalanan, daun, bangku-bangku taman dan halaman-halaman rumah yang disapu bersih pagi harinya terlihat basah. Sesekali aku menginjak air yang tergenang sembari bersenandung dan mencuri pandanganku kearah Angga. Angga hanya berjalan dengan tangan dimasukkan ke kantong jaketku. sesekali ia menghela nafas dalam. Tidak ku sadari, kami sudah tiba didepan rumah Rama.
"Ram!! Rama!! Ram!!" Aku memencet bel rumahnya berkali-kali, Rama keluar menggunakan training hitam dengan rambut yang acak-acakan seperti habis bangun tidur. Ia berhenti beberapa saat ketika melihat lelaki disampingku, setelah tersadar ia buru-buru berlari membuka pagar Rumahnya.
"Hai Ram"
"Ngapain lo? bukannya hari lo ada-" Aku terkejut saat Angga refleks menutup mulut Rama, seolah mengerti maksud Angga, Rama melepaskan tangan Angga dari mulutnya dan mulai merangkul Angga sembari berjalan ke dalam Rumahnya.
Aku menunggu Angga di Ruang Tamu, aku sangat gugup sampai tak tau apa yang sedang ku tonton saat itu. Aku hanya menatap televisi namun pikiranku melayang kemana-mana. Aku mendengar suara pintu kamar Rama dibuka, Angga keluar dengan training hitam dan kaos merah. Meski masih terlihat pucat Angga terlihat lebih baik dari sebelumnya. Ia duduk tepat disampingku, aku mengernyit sekilas menyadari rambutnya yang tidak basah dan terlihat berbeda.
"Gue tau lo heran Far, gue bakal jelasin semuanya ke elo" Angga tersenyum menatapku dalam-dalam, aku hanya mengangguk dan melempar pandanganku ke luar Rumah.
"Kalo lo penasaran....Orang tua gue nggak cerai Far, beberapa tahun setelah ayah gue dan tante lo kabur, ayah gue balik dan mohon ampun sama ibu" Angga menyeruput teh panasnya sebelum ia letakkan kembali gelas itu diatas meja marmer hadapanku.
"Gue bener-bener gatau harus bilang apa, sampe hari ini nyokap masih ngerasa bersalah"
"Gue benci sama keluarga lo Far, lo tau kan?" Angga tersenyum pahit sembari bersandar di sofa dan memejamkan matanya
"Gue tau, itu sebabnya lu pergi gitu ajakan? 6 tahun yang lalu"
"Gue harus ngeliat ibu menderita bertahun-tahun karna ayah gue punya perempuan simpanan, itu tante lo. Gue harus nahan hinaan Ayah lo tentang keluarga gue yang ga sekaya dan seberkuasa keluarga lo setiap gue dateng ke rumah lo. gue Far, gue yang nahan ayah gue pergi dari rumah cuma buat ngejar selingkuhannya, gue benci sama diri gue yang harus nahan semua perasaan benci gue karna lo"
Mendengar kenyataan itu dari mulut Angga sendiri membuat hatiku terasa lebih sakit, pandanganku mulai buram dan aku berusaha menahan kesedihan yang mulai tidak terbendung. Jika kehadiran Angga hari ini hanya untuk mengingatkanku betapa kejamnya perlakuan keluargaku padanya , aku berharap ia tidak pernah datang. Lebih baik ia membenciku seumur hidupnya, melupakan semua janji masa kecil kami yang tidak masuk akal. Bukankah itu lebih baik dari pada kami harus saling menyakiti seperti ini.
Aku mulai meneteskan air mataku, aku benar-benar menyesali perbuatan buruk keluargaku pada keluarga Angga. Seandainya-
"Gue selalu berusaha ngelupain lo 6 tahun terakhir, ngelupain persahabatan kita, ngelupain semuanya... semakin keras gue berusaha Far, semakin gaada gunanya. Gue gabisa benci sama lo Far"
"Angga.."
"Far, hidup gue ga lama lagi... gue gamau ngabisin sisa hidup gue dengan berusaha membenci orang yang ga pantes gue benci"
"Lo- lo kenapa sih Angga? Lo sakit? lo ngomong apa?"
"Sebulan Far, tinggal sebulan Far..." Angga menarik rambutnya saat aku sadar rambut itu bukan milik Angga, aku mengusap kepala Angga tanpa rambut palsunya dengan air mata tak berhenti menetes dari pelupuk mataku. Aku terisak sembari meremas kaos merah Angga dengan kedua telapak tanganku, Angga terdiam melihatku terisak dihadapannya.
"Lo bakal nemenin gue sampe akhirkan?"
Aku mengangguk kuat sembari berusaha tersenyum, Angga tersenyum padaku. Entah mengapa, senyuman yang biasa membuatku bahagia hari itu menjadi senyuman yang paling membuatku merasa benar-benar dirundung kesedihan yang mendalam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Life After Collage #1 : Rasanya kerja 6 tahun
Hai! lamaa juga gak nulis. Aku lagi balik ke sawangan dan hujan super lebat, jadi gue neduh dulu di salah satu coffee shop yang mungkin 15 ...
-
#1 Tata lampu dan panggung terlihat sangat bagus. Tidak ada tanda2 BTS akan masuk ke panggung, lalu tiba2 orang2 berteriak dan saat itu bar...
-
Hai hai! Welcome to my Blog! Jadi di tulisan kali ini gue memutuskan untuk membahas MICE yang sebenarnya gue pengen nulis dari awal masu...
-
Dear Kids, wkwk ga deng 2022 lalu bulan desember jg pas pergantian tahun, aku tu kaya merasa.. capek dengan resolusi. Jadi long story short,...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar