Minggu, 09 Agustus 2015

[Short Story] Words I Want to Say : Part 1

         Bagaimanapun aku mencoba mengalihkan pandanganku darimu, aku selalu berakhir memandangimu. Saat kau tersenyum di hari tersulitmu, aku ingin berada disampingmu dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Melihatmu tersenyum dari kejauhan, membuat hatiku terasa penuh dengan rasa bahagia. Kini 6 tahun telah terlewati tanpa hadirmu, tanpa kesempatan memandang senyumanmu lagi. Aku membenci diriku yang tak pernah bisa menggantikanmu sebanyak apapun aku mencoba.

            Hanya cinta padamu yang membuatku menahan keinginan didalam diriku. Aku ingin mengatakan padamu aku menyukaimu, aku ingin berada disisimu saat kau kesulitan. Aku ingin kau tau aku sangat menganggumimu.

            Saat kita berpisah 6 tahun lalu, tanpa ada kata perpisahan. Kau menghilang dari pandanganku dan aku memutuskan untuk melupakanmu. Melupakan cinta gadis kecil pada seorang anak laki-laki yang gemar tersenyum di hari tersulitnya. Berpapasan denganmu di koridor, menyebut namamu, menggetarkanku dengan begitu hebatnya. Tapi aku berusaha menahannya, aku ingin menjaga kesucian cinta ini padamu hingga akhir. Bukan cinta karna nafsu,atau karena aku hanya ingin memilikimu. Aku ingin menjadikan cinta ini rahasia antara aku dan Tuhan, sedalam apa aku mencintaimu.

            Hari ini dibulan Agustus adalah hari pertamaku sebagai mahasiswi di Kampus baruku, bersama dengan teman-teman baru yang wajahnya masih asing bagiku. Menyusuri jalan setapak berdaun kering yang sesekali terinjak saat kami berjalan. Memandang gedung Kampusku dari kejauhan, kampus yang ku impikan setahun yang lalu. Kini aku berdiri menggenggam almamater sembari tersenyum dengan rasa bahagia yang luar biasa.

            Setahun yang lalu saat aku harus menerima kenyataan semua jalan menuju kampus ini tertutup, ku rasa itu merupakan tahun yang berat bagiku. Kini hatiku terasa lebih ringan karna berhasil menggapai impianku berkuliah di kampus ini.

            “Farah!!” seorang lelaki berlari ke arahku sembari melambaikan tangannya. Di lengan kirinya ia mendekap beberapa buku tebal, sembari berlari kecil ia tersenyum. Lelaki itu adalah Rama, rambutnya yang hitam lebat kini menutupi alisnya. “Akhirnya, setelah setahun lo bisa masuk ke sini ya” senyumnya semakin mengembang, ia mengusap kepalaku dengan lembut. Rama selalu menjadi sahabat terbaikku, kami bersahabat sejak masih duduk di bangku putih abu-abu.
            “Apasih ram baru juga setaun kuliah, lo jadi sok gentleman gitu”
            “Emang cuman lo yang gak pernah peka Far” Rama bersungut dan melempar pandangannya jauh ke danau di hadapan kami
            “Akhirnya... akhirnya” Aku bergumam menatap danau, menghela nafas dalam lalu melihat kearah Rama
            “Pasti berat buat sampe kesini ya Far, buat lo?” Rama duduk diatas rumput sembari menarik lengan bajuku dan membuatku ikut terduduk
            “Berat Ram, kalo gue boleh jujur”
            “Lo selalu bisa jujur ke gue Far” Rama memejamkan matanya sebentar, lalu menatapku dengan mata nya yang hitam dan tenang “Gue lelaki yang bisa diandalkan wanita diseluruh dunia haha” matanya yang tenang itu berubah menjadi bulan sabit saat ia tertawa usil.
            “idih... lo masih Play Boy Ram?”
            “Ya kaya yang lo perkirakanlah gue masih laku sampe setaun kebelakang”
            “Ram... kenapa lo ganti-ganti cewek terus sih? Ga capek?”
            “Eh lo tau kan akhirnya orang tua gue cerai?”
            “Ah serius??” Aku menarik lengannya, Rama menatapku dengan senyum pahit.
            “Akhirnya cerai juga, kenapa gue lega ya? Mungkin gue ga harus denger nyokap nangis-nangis lagi, gue juga ga harus ngeliat bokap gue ganti-ganti selingkuhan”
            “Ram...”
            “Farah, lo percaya cinta itu ada?”
            “Gue-“
            “Orang kaya lo pasti percaya cinta itu ada, tapi gue.... gue gapercaya cinta Far”
            “Rama, ga semua orang di dunia kaya nyokap bokap lo ram”
            “Gataulah, gue cuman takut setiap gue punya pacar suatu hari gue bakal nyakitin dia Far”
            “Gaada hubungan yang selalu bahagia Ram”
            “hahaha iya iya, Farah, kayanya gue gamau nikah deh”
            “Rama-“ Rama berdiri sembari menepuk-nepuk bajunya dari rerumputan, ia melempat senyumnya jauh.
            “Mo gue anterin ke kelas kuliah lo yang pertama nggak?” aku terdiam sejenak memandangi Rama, tidak ada gunanya membahas hal ini dengan Rama. Dia sedang merasakan pedih yang tidak aku rasakan, aku putuskan untuk mengenyampingkan perbedaan kami tentang masalah ini.

            “Dasar Mellow, Deal” Aku tersenyum sembari bangkit dan mengikuti Rama yang sudah berjalan duluan, tangan kanannya ia masukkan ke saku celana hitamnya. 

2 komentar:

Life After Collage #1 : Rasanya kerja 6 tahun

Hai! lamaa juga gak nulis.  Aku lagi balik ke sawangan dan hujan super lebat, jadi gue neduh dulu di salah satu coffee shop yang mungkin 15 ...