Dua
tahun belakangan ini sepertinya terlalu banyak hal yang terjadi, sehingga
kurang lebih aku kesulitan menjelaskan padamu apa saja yang terjadi. Hari ini
hujan turun begitu derasnya, butiran-butiran bening titik air hujan jatuh
membasahi tanah kering pertiwi yang belakangan tidak diguyur hujan. Aku
berbaring menatap langit-langit kamar ku yang sesekali bercahaya karena kilat,
dini hari yang sunyi. Tanganku merengkuh guling yang ada tepat disampingku, aku
mencoba menelusuri alur dinding kamar dengan telunjuk jariku. Rasa resah yang
berkecamuk membuat mataku enggan dibuai kantuk.
Aku
mencintai kebebasan, kebebasan yang berbatas maksudku. Aku tidak suka dibatasi
manusia tapi aku suka dibatasi Tuhan, jelas karena Dia mencintaiku. Aku bergumam
mengikuti nada manapun yang ku mau, prasangka orang telah menenggelamkanku
dalam jurang kebimbangan beberapa bulan terakhir. Aku telah menunda impian
besar yang ku miliki, menyedihkan. Namun penundaan itu bukan tanpa sebab, jika
ku ceritakan padamu mungkin kau tidak akan mengerti. Sesekali layar hp ku
menyala, ku lihat beberapa orang mengirim pesan padaku. Sekumpulan pertanyaan
menggantung dalam benakku, menyenangkan kah membuat orang kebingungan? Sungguh aku
tidak habis pikir.
Hmmm..
akhir-akhir ini aku sedang mempelajari seni menahan, tau kah dirimu tentang
seni menahan?. Hal yang menggelitik saat aku harus mengikuti segala yang dibuat
untukku hanya karena itu baik untuk orang lain, lalu untukku? Itu adalah sebuah
ujian, aku sangat ingin tertawa. Jangan beralasan kau melakukan itu untuk
diriku, akuilah bahwa kau melakukannya utuk dirimu juga. Berada dalam dua
dinding yang menghimpit membuat aku sulit berfikir, keputusanku untuk
mengikutimu sungguh bukan karena aku tau itu baik untukku. Aku sedang
menggunakan kartu terakhir, kesempatan terakhir..
Pernah
ku baca sebuah kalimat dalam sebuah cerita fiksi, “Terkadang berani bukan
berarti menghilangkan rasa takut, hanya saja berani adalah keputusan untuk
menghadapi ketakutanmu”. Yang ku sukai dari memiliki waktu untuk diriku sendiri
adalah aku bebas berfikir, tidak dibatasi pemikiran orang lain. Sejujurnya saat
memutuskan untuk menjalani ini, aku paham betul aku ketakutan dan aku merasa
belum siap. Jika ini boleh ku sebut sebagai sebuah tantangan yang besar dan
membuatku gentar, maka izinkan aku menyebutnya begitu. Karena aku tidak
berencana untuk menjadi biasa, seperti yang kau perkirakan. Aku telah
mengorbankan sebuah impian besar beserta zona nyaman yang membuatku bebas
melakukan pergerakan, belajar dan mengeksplorasi kemampuanku. Aku telah
menangguhkan sebuah mimpi, untuk kepentingan orang banyak.
Perlahan
dini hari mulai merangkak, aku mendengar sayup-sayup seruan dari masjid-masjid
didekat rumahku. Membangunkan orang-orang dari dekapan tidur, mendesak mereka
untuk memulai hari dengan sahur. Ku ubah posisi tidurku, kini aku menatap pintu
kamar ku yang berwarna coklat dan terbuat dari kayu, meski tertutup aku bisa
melihat cahaya dari ruang tamu berhasil menyelusup diantara celah pintu. Aku bisa melihat diriku kerap melewati pintu
itu, dari mulai saat aku mengemban amanah saat aku masih duduk di bangku SMA. Berkali-kali
ku lewati pintu dengan perasaan berkecamuk yang tak dapat ku gambarkan. Sebuah
pintu yang menjadi batas antara aku dan dunia luar, pintu yang menjadi batas
antara aku yang kau lihat dengan aku yang bersembunyi.
Pikiranku
mulai meraba-raba saat dimana aku didorong untuk naik, dan disaat yang sama aku
ditinggalkan. Bukannya aku tidak meminta orang-orang untuk tetap tinggal, hanya
saja mereka yang memutuskan untuk pergi. Kini hal yang sama terulang kembali,
aku harus memutuskan tetap tinggal karena aku rasa aku tidak sanggup untuk meninggalkan seseorang bergumul dalam
jalan juang yang berbatu dan gelap sendirian. Aku pernah ada dijalan itu dan
aku pernah berada diposisi dia, mungkin dahulu aku ditinggalkan agar aku
mengerti bahwa aku tidak seharusnya meninggalkan. Hatiku telah menerima
keputusanku, tapi aku tidak yakin akalku menerimanya. Tapi aku benar-benar
tidak punya jalan keluar, yang bisa aku lakukan kini hanya menjalani segalanya
tanpa banyak bertanya.
Masa
lalu selalu menarik untuk diingat, karena masa lalu aku ada disini menjadi aku
yang kau tau. Telah banyak hal-hal yang tak pernah terlintas dalam bayanganku
terjadi begitu saja. Namun aku tidak mempertanyakan mengapa hal itu harus
terjadi padaku, kenapa aku, setidaknya aku yang sekarang enggan mempertanyakan
itu. Seorang teman pernah berkata padaku, ketika ia menghadapi suatu masalah
yang berat ia akan buru-buru menjadi tempat yang lapang untuk berbaring dan
memandang jauh ke langit. Ia berkata, “Langit luas, tinggi dan begitu besar...
masalahku tidak seluas, setinggi dan sebesar langit.. pasti aku bisa
menyelesaikannya”
Permasalahan
membuat kita sadar, kita masih punya celah yang harus ditambal. Rintangan
membuat kita sadar, Tuhan selalu punya cara agar kita menjadi lebih dari kita
yang dahulu.
Belum
lama ini aku berbuka puasa hanya berdua dengan seseorang yang sangat menghargai
keberadaanku dan aku pun menghargai keberadaannya. Kami berbuka di Masjid
pinggir jalan, sebuah pengalaman baru baginya. Ia berkata padaku “sebenarnya
setahun belakangan aku pun menahan impianku, menangguhkannya dengan alasan
tidak lain karena aku merasa tidak bisa pergi begitu saja melepas tanggung
jawabku atas tempat ini. Dan benar saja, Tuhan kini melancarkan impian yang ku
tangguhkan dan bahkan jika boleh aku menambahkan... Ia memberiku lebih dari
yang ku mau dulu”
Jelas
aku bukan manusia yang sempurna, Tuhan berbaik hati menutup kekuranganku. Pada
akhirnya kita manusia memang hanya bisa menerima, toh rencana dan skenario
terbaik sebenarnya sudah tersedia. Hanya saja manusia selalu merasa pandai
mengira-ngira dan menerka-nerka. Kita selalu punya pilihan untuk berfikir buruk
tentang apa yang terjadi hari ini, saat ini. Namun terkadang kita lupa, kita
juga punya pilihan untuk berfikir baik tentang apapun yang sedang terjadi kini.
Aku belajar bahwa Tuhan selalu punya cara paling
romantis untuk mengabulkan setiap impian dan doa-doa dari manusia yang setiap
malam terlempar dari berbagai arah di penjuru bumi. Aku meragukan diriku dan mungkin
orang-orang yang ku kenal, tapi aku tidak meragukan rencana-Nya. Karena itu aku
memutuskan untuk percaya pada diriku, kepada banyak orang dan menjalani hari
ini serta hari yang akan datang. Sesuatu yang membahagiakan telah disediakan
untukku, sebuah keberhasilan akan pencapaian, kebanggan dan kebaikan. Namun
jalan menuju tempat itu bukanlah jalan yang mudah, tantangan besar dan aral
yang melintang mungkin menghadang. Jika saat itu tiba, satu-satu nya hal yang
bisa ku lakukan mungkin hanya menjalaninya dan percaya bahwa ini pasti akan
berlalu.
Dari sekian banyak hal yang aku terus pertanyakan dalam hidupku, beberapa diantaranya telah terjawab. Tentang tempat aku berada dimasa lalu, masa kini dan harapanku dimasa yang akan datang. Jawaban yang diberikan oleh Allah selama ini membuat auyakin, kehidupan tidak menawarkan jalanan yang mulus dan selalu indah. Namun kehidupan memberikan jalan yang memang pantas untuk kita jalani.. sebuah jalan yang membuat kita berkembang, membuat kita lebih berarti untuk lingkungan sekitar.
Semua tentang bagaimana cara kita memandang suatu jalan yang diberikan pada kita. Pada dasarnya Allah itu gak selalu memberikan apa yang kita inginkan... kita sebagai manusia belum tau apa akhir yang akan diberikan untuk kita. Suatu kesulitan, rasa sedih dan hal-hal yang tidak kita rencanakan juga anugerah dari Allah, sesuatu yang patut disyukuri dan dijalani.
Dan jika boleh aku menekankan suatu hal... Semua tentang cara kita memandang, semua tentang dari sudut mana kita memandang. Hidup ini sungguh indah bila kita memandang dari sudut yang indah.